Museum ini didirikan oleh Patih Karaton Surakarta : Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pada tanggal 28 Oktober 1890, semasa pemerintahan Sri Susuhunan Pakoe Boewono IX memegang tampuk pimpinan, hingga penghujung tahun 1990 sudah genap berusia satu abad. Dalam bangunan ini banyak menyimpan riwayat R.T.H. Djojohadiningrat II yang nama kecilnya Walidi, yang memprakarsai pendirian sebuah perkumpulan Paheman Radya Pustaka dengan museumnya. Namun realisasinya terwujud pada hari Selasa Kliwon tanggal 15 Maulud Ehe 1820 bertepatan tanggal 28 Oktober 1890.
Pengurus Paheman Radya Pustaka menandai penghargaan terhadap pemrakarsa pendirian museum ini dengan mengabadikan nama kecilnya, pada gedung sebelah timur museum dengan nama WALIDYASANA,
gabungan dari kata Walidi dan Asana (tempat). Gedung ini tanahnya dibeli oleh Sri Susuhunan Paku Buwana X senilai 65 Ribu Gulden Belanda dari Johanes Busselaar dengan akta notaris 13/VII tahun 1877 nomor 10 tanaheigendom. Untuk menghargai K.R.A. Sosrodingrat IV, maka dibuatkan patungnya yang ditempatkan di tengah museum yang dulu dikenal sebagai Loji Kadipolo.
Museum mewujudkan tujuannya dalam bentuk kegiatan budaya. Misalnya sarasehan Kesusastraan Jawi pada setiap hari Rabu malam Kamis, dengan menempati Antisana Kepatihan. Di Kepatihan itu, di ruang Panti Wibawa tersimpan buku-buku kebudayaan. Inilah cikal bakal perpustakaan. Radya Pustaka juga aktif dalam bidang penerbitan , misalnya dengan menerbitkan candrawati Sasadara, Candrakarta, dan lain-lain.
Proses pemindahan museum ini dari Dalem Kepatihan ke Gedung Kadipolo pada tanggal 1 Januari 1913. Gedung ini digunakan untuk museum dan Sriwedari digunakan untuk Kebon Rojo. Hal tersebut dimulai ketika gedung yang kosong tersebut diminta oleh pengurus Paheman kepada Sri Susuhunan untuk kepentingan Radya Pustaka.
Sejarah mencatat, sebagai pimpinan pengurus Radya Pustaka terdiri dari R.T.H. Djojodiningrat II (1899-1905), R.T.H. Djojonagoro (1905-1914), R.T. Wuryaningrat (1914-1926), G.P.H. Hadiwidjojo (1926 hingga beliau wafat).
Dari sebuah perkumpulan kemudian berubah bentuk sebagai badan hukum Yayasan Paheman Radya Pustaka pada hari Minggu tanggal 11 November 1951. Pemerintah RI di Jakarta juga membantu subsidi keuangan dan tenaga karyawan museum dengan pertimbangan tidak ada museum milik bangsa Indonesia yang setua museum ini.
Dalam aktivitasnya museum ini menyelenggarakan sarasehan yang terdiri dari unsur utusan Karaton Kesunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunagaran, Pura Paku Alaman serta sejumlah hadirin, yang kemudian melahirkan ejaan Sriwedari,yaitu suatu kesepakatan dalam cara penulisan huruf Jawa dan menjadi keputusan Pemerintah pada tanggal 29 Desember 1922. Radya Pustaka kemudian mendirikan Panitibasa pada 25 Syawal Be 1820 atau 15 November 1941 dengan pimpinan G.B.H. Kusumayuda dan menerbitkan Candrawati dan Nitibasa. Pemerintah membeli Candrawati untuk dibagi-bagikan ke sekolah-sekolah secara gratis. Juga dimulai peng-Indonesia-an buku-buku yang bertuliskan huruf Jawa.
Beberapa kursus yang diselenggarakan misalnya kursus Pedalangan (1923 – 1942), kursus Karawitan dengan guru Dr. H. Kramer dan Dr. Th. Pigeaud. Kegiatan lainnya berupa Pameran Pembuatan Wayang Kulit, Ukir, Batik.
Barang-barang pengisi museum banyak berasal dari Karaton Kasunanan Surakarta, Kepatihan, dari hasil pembelian, dari G.P.H. Hadiwijaya, dan sumbangan partisipan lainnya.
Ketika sebagian pengurus telah surut karena lanjut usia, museum ini bagaikan anak yatim piatu. Banyak problem menghadang. Misalnya ketika dituntut ganti rugi sewa penggunaan gedung Kadipolo oleh ahli waris R.T. Wiryodiningrat, maka Ketua Presidium Museum melakukan pendekatan kepada Menteri dalam Negeri yang saat itu Bapak H. Soepardjo Roestam dan Dirjen Kebudayaan Dr. Haryati Soebadio untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Kegiatan museum selama seperempat abad terakhirdi antara lain : (1) Pameran antar Museum Internasional di luar negeri; (2) renovasi museum dengan bantuan Dirjen Kebudayaan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra; (3) Menyelenggarakan Lomba Penulisan Museum Radya Pustaka bagi para siswa di Surakarta dengan bekerja sama pengurus Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Surakarta tahun 1986; (4) akhir-akhir ini upaya renovasi gedung dan panataan isinya dengan bantuan Deparpostel dan Depdikbud, menyongsong peringatan 100 tahun Radya Pustaka, serta menerbitkan buku berjudul Sultan Abdulkamit Herucakra Kalifatullah Rasulullah di Jawa 1787-1855 dan himpunan naskah terbitan Museum Radya Pustaka dengan judul Urip-urip.
Isi Museum
Di halaman depan museum terdapat patung setengah badan R. Ng. Ranggawarsita. Buku karya Ranggawarsita dan pujangga lainnya yaitu Yasadipura yang berisi ungkapan falsafah, tuntunan hidup, kisah raja, sejarah, sastra, dan lainnya terhimpun di museum ini.
Perangkat gamelan kuno, organ gamelan mirip piano, koleksi uang kuno, kepala perahu kuno, termasuk Rajamalaberkepala raksasa, berbagai jenis wayang, aneka macam patung kuno dari batu dan perunggu, bermacam jenis payung dan lain-lainnya dipajang didalam museum ini. Banyak calon sarjana yang menghimpun bahan skripsi dari museum ini. Bahkan sejumlah sarjana asing juga mempelajari bahasa jawa, sejarah kebudayaan untuk bahan penulisan buku dari museum ini. Semoga Museum ini menjadi tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi.