INDIKASI PEMERIKSAAN USG
Indikasi merupakan salah satu prasyarat penting yang harus dipenuhi sebelum pemeriksaan USG dilakukan. Pemeriksaan USG janganlah dilakukan secara rutin atau setiap melakukan pemeriksaan pasien, terutama bila pasien hamil. Banyak panduan yang telah diterbitkan, misalnya dari AIUM (American Institute of Ultrasound in Medicine). Untuk mempermudah memilah indikasi pemeriksaan, penulis menyarankan pembagian indikasi tersebut atas indikasi obstetri, ginekologi onkologi, endokrinologi reproduksi, dan indikasi non obstetri ginekologi.
Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan USG begitu diketahui hamil, penapisan USG pada trimester pertama (kehamilan 10 – 14 minggu), penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 – 20 minggu), dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk memantau tumbuh kembang janin. Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan kelainan secara fisik atau dicurigai ada kelainan tetapi pada pemeriksaan fisik tidak jelas adanya kelainan tersebut.
Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari kausa gangguan hormon, pemantauan folikel dan terapi infertilitas, dan pemeriksaan pada pasien dengan gangguan haid.
National Institute of Health (NIH), USA (1983 – 1984) menentukan indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan USG sebagai berikut :
Menentukan usia gestasi secara lebih tepat pada kasus yang akan menjalani seksio sesarea berencana, induksi persalinan atau pengakhiran kehamilan secara elektif.
Evaluasi pertumbuhan janin, pada pasien yang telah diketahui menderita insufisiensi uteroplasenter, misalnya preeklampsia berat, hipertensi kronik, penyakit ginjal kronik, atau diabetes mellitus berat; atau menderita gangguan nutrisi sehingga dicurigai terjadi pertumbuhan janin terhambat, atau makrosomia.
Perdarahan per vaginam pada kehamilan yang penyebabnya belum diketahui.
Menentukan bagian terendah janin bila pada saat persalinan bagian terendahnya sulit ditentukan atau letak janin masih berubah-ubah pada trimester ketiga akhir.
Membantu tindakan amniosentesis atau biopsi villi koriales.
Perbedaan bermakna antara besar uterus dengan usia gestasi berdasarkan tanggal hari pertama haid terakhir.
Teraba masa pada daerah pelvik.
Kecurigaan adanya mola hidatidosa.
Evaluasi tindakan pengikatan serviks uteri (cervical cerclage).
Suspek kehamilan ektopik.
Pengamatan lanjut letak plasenta pada kasus plasenta praevia.
Alat bantu dalam tindakan khusus, misalnya fetoskopi, transfusi intra uterin, tindakan “shunting”, fertilisasi in vivo, transfer embrio, dan “chorionic villi sampling” (CVS).
Kecurigaan adanya kematian mudigah / janin.
Kecurigaan adanya abnormalitas uterus.
Lokalisasi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
Pemantauan perkembangan folikel.
Penilaian profil biofisik janin pada kehamilan diatas 28 minggu.
Observasi pada tindakan intra partum, misalnya versi atau ekstraksi pada janin kedua gemelli, plasenta manual, dll.
Kecurigaan adanya hidramnion atau oligohidramnion.
Kecurigaan terjadinya solusio plasentae.
Alat bantu dalam tindakan versi luar pada presentasi bokong.
Menentukan taksiran berat janin dan atau presentasi janin pada kasus ketuban pecah preterm dan atau persalinan preterm.
Kadar serum alfa feto protein abnormal.
Pengamatan lanjut pada kasus yang dicurigai menderita cacat bawaan.
Riwayat cacat bawaan pada kehamilan sebelumnya.
Pengamatan serial pertumbuhan janin pada kehamilan ganda.
Pemeriksaan janin pada wanita usia lanjut (di atas 35 tahun) yang hamil.
PERSIAPAN DAN TEKNIK PEMERIKSAAN USG
1. Persiapan Pemeriksaan
Cuci tangan sebelum dan setelah kontak langsung dengan pasien, setelah kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya, dan setelah melepas sarung tangan, telah terbukti dapat mencegah penyebaran infeksi. Epidemi HIV telah menjadikan pencegahan infeksi kembali menjadi perhatian utama, termasuk dalam kegiatan pemeriksaan USG dimana infeksi silang dapat saja terjadi. Kemungkinan penularan infeksi lebih besar pada waktu pemeriiksaan USG transvaginal karena terjadi kontak dengan cairan tubuh dan mukosa vagina.
Resiko penularan dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan ringan. Resiko penularan tinggi terjadi pada pemeriksaan USG intervensi (misalnya punksi menembus kulit, membran mukosa atau jaringan lainnya); peralatan yang dipakai memerlukan sterilisasi (misalnya dengan autoklaf atau etilen oksida) dan dipergunakan sekali pakai dibuang.
Resiko penularan sedang terjadi pada pemeriksaan USG yang mengadakan kontak dengan mukosa yang intak, misalnya USG transvaginal; peralatan yang dipakai minimal memerlukan sterilisasi tingkat tinggi (lebih baik bila dilakukan sterilisasi).
Resiko penularan ringan terjadi pada pemeriksaan kontak langsung dengan kulit intak, misalnya USG transabdominal; peralatan yang dipakai cukup dibersihkan dengan alkohol 70% (sudah dapat membunuh bakteri vegetatif, virus mengandung lemak, fungisidal, dan tuberkulosidal) atau dicuci dengan sabun dan air.
Panduan di bawah ini dapat membantu mencegah penyebaran infeksi 1,2 :
(1) Semua jeli yang terdapat pada transduser harus selalu dibersihkan, bisa memakai kain halus atau kertas tissue halus.
(2) Semua peralatan yang terkontaminasi atau mengandung kotoran harus dibersihkan dengan sabun dan air. Perhatikan petunjuk pabrik tentang tatacara membersihkan peralatan USG.
(3) Transduser kemudian dibersihkan dengan alkohol 70% atau direndam selama dua menit dalam larutan yang mengandung sodium hypochlorite (kadar 500 ppm10 dan diganti setiap hari), kemudian dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan.
(4) Transduser harus diberi pelapis sebelum dipakai untuk pemeriksaan USG transvaginal, bisa memakai sarung tangan karet, atau kondom.
(5) Pemeriksa harus memakai sarung tangan sekali pakai (tidak steril) pada tangan yang akan membuka labia sebelum transduser vagina dimasukkan. Perhatikan jangan sampai sarung tangan tersebut mengotori peralatan USG dan tempat pemeriksaan.
(6) Setelah melakukan pemeriksaan, sarung tangan harus dimasukkan pada tempat khusus untuk mencegah penyebaran infeksi, dan pemeriksa mencuci tangan.
(7) Pada pemeriksaan USG invasif, persiapan yang dilakukan sama seperti akan melakukan tindakan operasi, misalnya peralatan yang dipakai harus steril, operator mencuci tangan dengan larutan mengandung khlorheksidine 3%, memakai sarung tangan dan masker, serta memakai kacamata. Kulit dibersihkan dengan memakai etil alkohol 70%, isopropil alkohol 60%, khlorheksidin alkohol, atau povidone iodine. Transduser dibersihkan dan dilakukan desinfeksi, kemudian dibungkus dengan plastik khusus yang steril. Membran mukosa vagina dibersihkan dengan larutan yang mengandung khlorheksidin 0,015% ditambah larutan cetrimide 0,15%.
b. Persiapan Alat
Perawatan peralatan yang baik akan membuat hasil pemeriksaan juga tetap baik. Hidupkan peralatan USG sesuai dengan tatacara yang dianjurkan oleh pabrik pembuat peralatan tersebut. Panduan pengoperasian peralatan USG sebaiknya diletakkan di dekat mesin USG, hal ini sangat penting untuk mencegah kerusakan alat akibat ketidaktahuan operator USG.
Perhatikan tegangan listrik pada kamar USG, karena tegangan yang terlalu naik-turun akan membuat peralatan elektronik mudah rusak. Bila perlu pasang stabilisator tegangan listrik dan UPS.
Setiap kali selesai melakukan pemeriksaan USG, bersihkan semua peralatan dengan hati-hati, terutama pada transduser (penjejak) yang mudah rusak. Bersihkan transduser dengan memakai kain yang lembut dan cuci dengan larutan anti kuman yang tidak merusak transduser (informasi ini dapat diperoleh dari setiap pabrik pembuat mesin USG).
Selanjutnya taruh kembali transduser pada tempatnya, rapikan dan bersihkan kabel-kabelnya, jangan sampai terinjak atau terjepit. Setelah semua rapih, tutuplah mesin USG dengan plastik penutupnya. Hal ini penting untuk mencegah mesin USG dari siraman air atau zat kimia lainnya.
Agar alat ini tidak mudah rusak, tentukan seseorang sebagai penanggung jawab pemeliharaan alat tersebut.
c. Persiapan Pasien
Sebelum pasien menjalani pemeriksaan USG, ia sudah harus memperoleh informasi yang cukup mengenai pemeriksaan USG yang akan dijalaninya. Informasi penting yang harus diketahui pasien adalah harapan dari hasil pemeriksaan, cara pemeriksaan (termasuk posisi pasien) dan berapa biaya pemeriksaan.
Caranya dapat dengan memberikan brosur atau leaflet atau bisa juga melalui penjelasan secara langsung oleh dokter sonografer atau sonologist. Sebelum melakukan pemeriksaan USG, pastikan bahwa pasien benar-benar telah mengerti dan memberikan persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan USG atas dirinya.
Bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal, tanyakan kembali apakah ia seorang nona atau nyonya ?, jelaskan dan perlihatkan tentang pemakaian kondom yang baru pada setiap pemeriksaan (kondom penting untuk mencegah penularan infeksi).
Pada pemeriksaan USG transrektal, kondom yang dipasang sebanyak dua buah, hal ini penting untuk mencegah penyebaran infeksi.
Terangkan secara benar dan penuh pengertian bahwa USG bukanlah suatu alat yang dapat melihat seluruh tubuh janin atau organ kandungan, hal ini untuk menghindarkan kesalahan harapan dari pasien. Sering terjadi bahwa pasien mengeluh “Kok sudah dikomputer masih juga tidak dikatahui adanya cacat bawaan janin atau ada kista indung telur ?” USG hanyalah salah satu dari alat bantu diagnostik didalam bidang kedokteran. Mungkin saja masih diperlukan pemeriksaan lainnya agar diagnosis kelainan dapat diketahui lebih tepat dan cepat.
d. Persiapan Pemeriksa
Pemeriksa diharapkan memeriksa dengan teliti surat pengajuan pemeriksaan USG, apa indikasinya dan apakah perlu didahulukan karena bersifat darurat gawat, misalnya pasien dengan kecurigaan kehamilan ektopik. Tanyakan apakah ia seorang nyonya atau nona, terutama bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal.
Selanjutnya cocokkan identitas pasien, keluhan klinis dan pemeriksaan fisik yang ada; kemudian berikan penjelasan dan ajukan persetujuan lisan terhadap tindak medik yang akan dilakukan.
Persetujuan tindak medik yang kebanyakan berlaku di Indonesia saat ini hanyalah bersifat persetujuan lisan, kecuali untuk tindakan yang bersifat invasif misalnya kordosintesis atau amniosintesis.
Dimasa mendatang tampaknya pemeriksaan USG memerlukan persetujuan tertulis dari pasien. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk mencegah penularan penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS dan penyakit menular seksual akibat semakin banyaknya seks bebas dan pemakaian NARKOBA.
Pemeriksa diharapkan juga agar selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara membaca kembali buku teks atau literatur-literatur mengenai USG, mengikuti pelatihan secara berkala dan mengikuti seminar-seminar atau pertemuan ilmiah lainnya mengenai kemajuan USG mutakhir. Kemampuan diagnostik seorang sonologist sangat ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman dan latihan yang dilakukannya.
2. Teknik Pemeriksaan USG
a. Pemeriksaan USG Transabdominal
Setelah pasien tidur terlentang, perut bagian bawah ditampakkan dengan batas bawah setinggi tepi atas rambut pubis, batas atas setinggi sternum, dan batas lateral sampai tepi abdomen.
Letakkan kertas tissue besar pada perut bagian bawah dan bagian atas untuk melindungi pakaian wanita tersebut dari jelly yang kita pakai. Taruh jelly secukupnya pada kulit perut, lakukan pemeriksaan secara sistematis.
Pertama-tama gerakkan transduser secara longitudinal ke atas dan ke bawah, selanjutnya horizontal ke kiri dan ke kanan. Penjejak digerakkan dari bawah ke atas, dimulai dari garis sisi kanan perut, kemudian setelah sampai daerah perut atas transduser digerakkan ke bawah, selanjutnya transduser digerakkan kembali ke arah atas.
Selanjutnya gerakan transduser dilakukan kearah lateral perut (horizontal), juga secara sistematis, dimulai dari sisi kanan ke arah kiri, kemudian dari kiri ke arah kanan dan terakhir dari kanan atas ke kiri (lihat gambar dan arah panah beserta nomor garisnya).
b. Pemeriksaan USG Transvaginal
Pemeriksaan USG transvaginal berbeda dengan transabdominal, perlu penyesuaian mesin dan operator, terutama pengenalan organ genitalia interna dan kehamilan trimester pertama, serta terbatasnya ruang untuk melakukan manipulasi / gerak probe.
Sebelum melakukan pemeriksaan, tanyakan apakah ia seorang nona atau nyonya. Bila statusnya masih nona tetapi sudah tidak gadis lagi, dan memang perlu dilakukan pemeriksaan transvaginal, mintakan ijin tertulis dari pasien tersebut dan sebaiknya disertai seorang saksi (dapat seorang paramedis).
Perhatikan apakah tombol pemindah jenis transduser sudah menunjukkan bahwa penjejak yang dipakai adalah penjejak vaginal serta apakah pasien sudah mengosongkan kandung kencingnya. Posisi pasien dapat lithotomi atau tidur dengan kaki ditekuk dan pada bagian pantat ditaruh bantal agar mudah untuk memasukkan dan memanipulasi posisi transduser.
Taruh sedikit jelly pada permukaan penjejak. Pasangkan kondom baru pada transduser, kemudian beri jelly secukupnya pada permukaan kondom dan selanjutnya masukkan transduser ke dalam vagina secara perlahan-lahan dan “gentle” sesuai dengan sumbu vagina. Jangan melakukan penekanan tiba-tiba dan keras karena dapat membuat pasien kesakitan atau merasa tidak nyaman.
Cari uterus sebagai petunjuk, kemudian cari kandung kemih. Uterus akan tampak di garis tengah (median) seperti gambaran buah alpukat yang memanjang dengan endometrium dibagian tengahnya. Bila fundus uteri mendekati kandung kemih, maka uterus tersebut dalam posisi antefleksi, bila menjauhi, maka posisi uterus adalah retrofleksi (lihat gambar). Sangat penting menilai kembali apakah arah gelombang suara sudah sesuai dengan tampilan yang ada dalam layar monitor.
Setelah pemeriksaan selesai, lepaskan kondom secara hati-hati dengan memakai sarung tangan tidak sterill atau kertas tissue, kemudian lakukan dekontaminasi kondom tersebut dengan larutan klorin 0,5%.
c. Pemeriksaan USG Transperineal atau Translabial
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya seorang nona atau seorang wanita yang tidak mungkin dilakukan pemeriksaan transvaginal atau transrektal. Dianjurkan kandung kencing pasien cukup terisi, hal ini untuk memudahkan pemeriksaan dan sebagai petujuk anatomis. Penjejak dilapisi kondom dan diberi jeli, kemudian diletakkan di daerah perineum, penjejak digerakkan ke atas dan ke bawah untuk mencari gambaran organ genitalia. Cara ini memang tidak dapat memberikan gambaran organ genitalia sebaik pada pemeriksaan USG transvaginal atau transrektal.
d. Pemeriksaan USG Transrektal
Pemeriksaan USG transrektal hampir sama dengan pemeriksaan transvaginal. Perbedaannya terletak pada bantuk dan ukuran diameter penjejak dan posisi pemeriksaan yang kurang lazim bagi wanita Indonesia. Setelah pasien dalam posisi lithotomi atau posisi tidur dengan kaki ditekuk dan bagian pantat diganjal dengan bantal khusus, transduser yang telah dibungkus dua lapis kondom dan dibubuhi jelly dimasukkan secara perlahan-lahan ke dalam rektum.
Lakukan identifikasi uterus sebagai petunjuk organ genitalia interna, setelah itu identifikasi vesika urinaria kemudian evaluasi seluruh organ genitalia interna dan rongga pelvik. Manipulasi atau pergerakan transduser per rektal sangat terbatas dan sering menimbulkan rasa tidak nyaman. Jelaskan secara seksama sebelum melakukan pemeriksaan USG transrektal. Setelah selesai pemeriksaan, lepaskan kondom secara hati-hati, kemudian lakukan dekontaminasi kondom dengan larutan klorin 0,5%.
e. Pemeriksaan USG Invasif
USG dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa dan atau untuk tindakan terapeutik, misalnya biopsi villi koriales, amniosintesis, kordosintesis, ovum pick-up (OPU), atau transfusi intra uterin. Setelah dilakukan penjelasan dan pasien memberikan persetujuan tertulis, dokter akan melakukan pemeriksaan USG untuk menilai kondisi kehamilan atau genitalia interna. Pada umumnya hanya diperlukan anestesi lokal untuk memasukkan jarum punksi, tetapi dapat juga dengan anestesi umum pada tindakan OPU. Teknik yang dipakai bisa secara “free-hand” atau dipandu USG melalui marker pungsi yang ada pada transduser.