Terbaru - Disclaimer - Privacy Policy - Contact Us - Daftar Isi

Efek Pil KB, Mitos atau Nyata ?

Bookmark and Share
Begitu banyak mitos berkembang seputar pil KB (Keluarga Berencana). Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) pun masih diliputi mitos seperti pil KB menyebabkan kegemukan, atau bikin kandungan kering. Survei Women’s Health di AS menyatakan 61 persen responden yakin pil KB menaikkan berat badan. Faktanya, tidak semua pil KB menyebabkan timbangan badan meningkat. Survei itu membuktikan jumlah yang sama untuk perempuan yang kelebihan berat badan dan yang menurun berat badannya.

Sementara data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menunjukkan ada peningkatan hanya dua kilogram dalam siklus pemakaian pil KB selama 36 bulan (tiga tahun). Kenaikan berat badan itu yang benar-benar ditimbulkan dari pil tersebut, bukan karena makan. Ada juga mitos kandungan kering, lantaran meminum pil itu menstruasi menjadi lebih sedikit dan lebih pendek. Faktanya, pil KB bekerja sedemikian rupa hingga hormonnya diatur agar siklus berjalan seperti itu. “Itu termasuk mitos yang banyak dihembuskan,” ungkap Wakil Ketua II PKBI, Sarsanto dalam perbincangan mengenai kegemukan dan kandungan kering dengan SH di Jakarta belum lama ini.


Termasuk mitos pil KB sebagai pencetus kanker payudara. Menurut Sarsanto, ternyata perbandingannya sama antara orang yang minum pil kena kanker dan yang tidak minum pil. Hal yang serupa dilansir oleh National Cancer Institute yang menunjukkan tidak ada peningkatan signifikan risiko terkena kanker payudara pada perempuan 35-64 tahun yang tengah ataupun pernah menggunakan pil KB. Malah institut itu membuktikan kontrasepsi oral ini dapat mengurangi risiko kanker ovarium. Pendapat yang serupa diungkapkan Sarsanto.

Dalam satu dekade belakangan telah berkembang pesat pil KB generasi ketiga. Di samping dampak kontrasepsi, pil KB generasi ketiga dipercaya memiliki keunggulan baik terhadap kulit. Efek kosmetik memang menjadi nilai jual tersendiri bagi pil yang semula diperuntukkan untuk mencegah kehamilan ini. “Dari hasil memang ada yang sampai 100 persen bisa berhasil. Ada juga yang 20-30 persen. Memang ada perbedaan dari beberapa macam pil. Kalau dilihat dari hasil penelitian yang ada, dampaknya karena pil itu bekerja dari dalam, dan dalam waktu 3-4 bulan akan kelihatan. Jerawatnya menghilang, kulitnya tidak berminyak dan rambut-rambut halus menghilang,” papar Sarsanto yang juga Dokter Spesialis Kandungan ini. Masalah pada pil KB generasi ketiga adalah biaya, lantaran relatif mahal. Tak heran bila pil yang mutakhir ini lebih banyak disediakan untuk kalangan menengah ke atas.

Pil merupakan alat KB yang paling populer. Menurut data PKBI, pil KB menduduki peringkat pertama dengan nilai rata-rata 38,74 persen. Sedang data nasional di Indonesia hingga Februari 2003, pil KB menduduki tempat kedua sebanyak 34,57 persen dari 652.562 peserta KB. “Pil dari dulu orang senang. Hanya satu yang kita tidak suka kalau lupa. Jadi bagaimana caranya mengajar ibu-ibu agar tidak lupa. Terus terang angka kegagalan yang paling kecil yaitu pil ini, kalau diminum teratur, hanya 0,1 persen. Sebetulnya kalau kita bisa mengajari dan menyediakan pil yang terjangkau, ini bisa menjadi satu anjuran,” cetus Sarsanto. Selain itu pil unggul untuk menunda kehamilan, imbuhnya. Apalagi kalau belum pernah punya anak. “Metode yang lain akan mengurangi kesuburan. Seperti suntik, mengurangi kesuburan 6-12 bulan. Kalau pil, haidnya menjadi teratur, begitu lupa satu lupa minum satu pil, kemungkinan gagalnya empat persen. Jadi kalau mau punya anak, tinggal stop, bulan berikutnya sudah subur. Kadang-kadang pil dianjurkan untuk mengobati yang tidak punya anak kalau siklusnya tidak teratur. Jadi salah satu untuk infertility,” jelas Sarsanto.


Pandangan mengenai pemakaian pil berbahaya, tambahnya, adalah (hormon) esterogen yang terdapat dalam pil kombinasi. Menurut dokter Spesialis Kandungan ini, sekarang kandungan esterogen sudah sangat kecil. “Kalau dulu dibatasi lima tahun, harus diganti. Sekarang dilepas sampai umur 40 tahun. Tapi dianjurkan untuk tidak lebih dari 40 tahun,” saran Sarsanto lagi. Meski efek sampingnya tidak begitu serius dan jarang ditemukan, namun ada beberapa kondisi perempuan yang dianjurkan tidak menggunakan kontrasepsi oral ini.


Materi Pelajaran Terkait: