Kelainan kromosom kerap diungkap dokter sebagai penyebab keguguran, bayi meninggal sesaat setelah dilahirkan, maupun bayi yang dilahirkan sindrom down. Bukankah kromosom merupakan tempat DNA atau zat dasar yang mencetak manusia?
Kelainan kromosom, terang ahli genetika dari Laboratorium Klinik Utama “Johar” Jakarta, dr. Singgih Widjaja, umumnya terjadi saat pembuahan, yaitu saat sperma ayah bertemu sel telur ibu. Namun sebelum ovum dan sperma ini matang, terjadi pembelahan 2 kali yang mengurangi jumlah kromosom dari 46 menjadi 23. “Nah, pada pembelahan inilah bisa terjadi gangguan. Misal, saat pematangan sel telur, salah satu kromosom tak bisa pisah alias
Setelah matang, ovum punya 22 pasang kromosom autosom dan 1 pasang kromosom X. Sedangkan separuh sperma punya 22 kromosom autosom dan 1 kromosom Y. “Padahal hasil dari pertemuan ovum dan sperma yang dinamakan zigot, bila kelak jadinya perempuan seharusnya punya 44 kromosom autosom dan 1 kromosom XX. Sedangkan zigot yang menjadi pria punya 44 kromosom autosom dan kromosom XY.”
Dengan demikian, kromosom normal orang tua bisa diturunkan sebagai kromoson normal pada anaknya, namun bisa pula diturunkan abnormal jika pada proses penurunannya ada kelainan atau gangguan.
ANEKA KELAINAN
Ada 4 tipe penyebab kelainan kromosom, yaitu (1) nondisjunction: ada gangguan dalam pelepasan sepasang kromosom, entah terjadi pada sebagian atau seluruhnya; (2) translokasi: terjadi penukaran 2 kromosom yang berasal dari pasangan berbeda; (3) mosaik: terjadi salah mutasi pada mitosis/pembelahan di tingkat zigot; dan (4) reduplikasi atau hilangnya sebagian kromosom.
“Namun yang terberat bila ada bagian kromosom yang hilang atau ditambahkan yang disebut trisomi, atau karena struktur kromosom yang berubah,” jelas Singgih. Nah, dari ketidakseimbangan autosom ini, kelainannya pun macam-macam, antara lain:
* Trisomi 21: Pada kelainan ini, kromosom nomor 21 ada 3 buah, bukan 2 buah seperti seharusnya. Itulah mengapa, kelainan ini sering dikatakan trisomi 21. Dampaknya, bayi yang dilahirkan mengalami mongoloid atau sindrom down.
* Trisomi 18: Kromosom nomor 18 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan mengalami sindrom edward, biasanya akan meninggal sesaat setelah lahir.
* Trisomi 17: Kromosom 17 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan akan meninggal setelah lahir.
* Trisomi 13: Kromosom 13 ada 3 buah. Bayi yang dilahirkan mengalami sindrom patau, juga meninggal sesaat setelah lahir.
* Cat eye syndrome: Pada kasus ini, kromosom 22 hilang sebagian. Bayi yang dilahirkan akan mempunyai kelainan pada bentuk muka dan jantungnya.
Sementara kelainan kromosom seks lebih sedikit dibanding kelainan autosom, yaitu:
* Sindrom turner: Biasanya terjadi pada wanita, yaitu jumlah kromosomnya ada 45 buah dengan kromosom seksnya cuma 1 X, bukan XX seperti umumnya. Otomatis, anak perempuan yang mengalami sindrom ini tak bisa mentruasi.
* Sindrom poli-X atau superfemale: Juga Terjadi pada wanita. Jumlah kromosomnya 47 XXX. Biasanya anak dengan sindrom ini jadi kurang IQ-nya atau retardasi mental ringan.
* Sindrom kleinefelter: Biasanya terjadi pada lelaki, yaitu jumlah kromosomnya 47 XXY. Padahal, kromosom lelaki harusnya XY. Jadi, dalam kelainan ini, meski kromosomnya lelaki tapi fisiknya perempuan. Soalnya, ia tak punya uterus atau rahim, hingga ia tak akan bisa mengalami menstruasi apalagi punya anak. Hal ini disebabkan pertumbuhan hormon yang tak bisa ke testis, hingga larinya ke payudara. Jadi, testis biasanya ada tapi kecil. Pun vaginanya sangat kecil dan cetek.
PEMERIKSAAN KROMOSOM
Adapun orang yang berisiko tinggi dalam terjadinya kelainan kromosom, antara lain:
a. Orang dengan kelainan genetik kongenital (bawaan), yaitu ayah atau ibu yang membawa kelainan kromosom. “Misal, yang kromosomnya mengalami translokasi. Mungkin pada mereka tak menjadikan masalah kecacatan karena kromosomnya tetap seimbang. Artinya, translokasinya terjadi karena di nomor tertentu hilang, tapi menempel ke nomor lain. Itulah mengapa untuk mereka tetap bisa normal. Namun tak demikian halnya pada anak-anak mereka, karena yang diturunkan yang jelek itu, maka jatuh ke anaknya bisa tak seimbang. Akibatnya, anaknya cacat.”
b. Pembawa mutasi gen, seperti penderita hemofilia atau anaknya menderita thalasemnia, albino.
c. Mengalami keguguran berulang kali yang mungkin penyebabnya susunan kromosom tak seimbang.
d. Memiliki anak dengan kelainan kromosom, hingga perlu diselidiki apakah karena keturunan atau bukan. Untuk itu, perlu dilakukan analisa kromosom pada saudara-saudara dan ayah-ibunya.
e. Memiliki anak retardasi mental/kebodohan tanpa diketahui penyebabnya.
f. Memiliki anak dengan jenis kelamin diragukan (sex ambigua).
g. Penderita leukimia dan tumor ganas.
h. Suami-istri yang mengalami infertilitas.
i. Wanita dengan manore primer (tak pernah haid); wanita hamil usia di atas 35 tahun.
Dengan demikian, mereka yang berisiko tinggi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kromosom. Adapun cara pemeriksaannya:
1. Paling gampang lewat darah karena dalam darah ada sel-sel limposit atau sel darah putih. Sel-sel inilah yang dikembangkan hingga mengalami pembelahan jadi 2 dan didapat kromosomnya. “Darah diambil sebanyak 3 ml, lalu ditaruh dalam botol dan dicampur dengan media tertentu. Selanjutnya, ditaruh dalam inkubator dengan temperatur 37 derajat celcius. Setelah 3-4 hari, sel darah merah dihancurkan hingga tinggal sel darah putih yang kita pecah dengan hykotonic atau garam sampai menggembung, yang setelah kering akan pecah. Saat itulah keluar kromosomnya. Dari situ kita lihat, apakah ada kelainan.”
Umumnya cara ini dilakukan terutama pada indikasi: bila jenis kelaminnya diragukan (sex ambigua); wanita dengan manore primer (tak pernah haid); anak dengan kelebihan kromosom; kasus leukimia dan tumor ganas; retardasi mental atau kebodohan tanpa diketahui penyebabnya; keguguran berulang kali; serta infertilitas.
2. Skrining janin lewat cairan amnion atau ketuban ibu hamil pada usia kehamilan 16-20 minggu. Soalnya, janin mengeluarkan sel, minum, dan kencing dalam air ketuban. Nah, air ketuban ini diambil 20 ml dan dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar-putar hingga muncul endapan yang merupakan sel-sel janin. Selanjutnya, sel-sel ini dimasukkan ke dalam botol dan dicampur dengan medianya, lalu ditempatkan di tempat bersuhu 37 derajat celcius. Makan waktu 2 minggu baru bisa memisah-misahkan kromosomnya.
Pemeriksaan cara ini dilakukan bila ada indikasi: wanita hamil di atas usia 35 tahun; umur suami lebih dari 65 tahun; bila ada anak atau saudara kandung si janin yang mengalami cacat/retardasi mental/sindrom down; ibu pernah mengalami keguguran lebih dari 2 kali dan tak diketahui penyebabnya; terdapat kecurigaan pada janin ada kelainan fisik, semisal dari hasil USG diketahui lehernya tebal, mukanya mongo- loid, atau tangannya menggenggam; dan bila janin ada tanda-tanda pertumbuhan terhambat.
KEPUTUSAN DI TANGAN IBU
Jadi, Bu-Pak, alangkah baiknya bila pemeriksaan tersebut dilakukan. Terlebih jika bayi pertama ada yang cacat, sebaiknya pada kehamilan berikut dilakukan pemeriksaan kromosom. Soalnya, jika penyebabnya translokasi, setiap anak bisa saja terkena. Jadi, sangat gambling.
Itulah mengapa, saran Singgih, jika tak ingin anak kita kelak punya kelainan, sebaiknya lakukan deteksi dini. Caranya:
* Skrining janin lewat air ketuban pada ibu hamil yang diketahui membawa kelainan genetik.
* Diagnosa dini pada orang dengan kelainan genetik kongenital (bawaan), serta konseling genetik pada orang tua dan keluarga dekat yang berisiko tinggi.
* Deteksi pembawa mutasi gen atau translokasi kromosom yang diikuti konseling genetik.
* Memonitor kehamilan berisiko tinggi pada janin dengan cacat berat.
* Menghindari faktor-faktor lingkungan yang jelek seperti pekerjaan yang memungkinkan terkena radiasi, obat bius, ionisasi, infeksi bakteri atau virus, merokok, dan alkohol. “Orang-orang yang perokok, suka minum alkohol, dan sebagainya ada kemungkinan kromosomnya mengalami kelainan. Nah, kalau ingin anaknya enggak cacat atau mati, ya, lebih baik menghindari ini semua.”
Namun bila hasil pemeriksaan menunjukkan janin mengalami kelainan kromosom, berarti tak bisa diobati lagi. Bila yang sindrom down, bayinya pasti hidup tapi cacat; sedangkan trisomi lainnya pasti si bayi meninggal sesaat setelah dilahirkan.
Dengan demikian, “keputusan di tangan si ibu sendiri, mau diteruskan atau digugurkan kehamilannya,” bilang Singgih. “Kita kembalikan ke hukum agamanya masing-masing. Selain itu, hukum di negera kita sendiri sudah melegalisir abortus jenis ini atau belum?”