Terbaru - Disclaimer - Privacy Policy - Contact Us - Daftar Isi

Persiapan Buat Anak

Bookmark and Share
Mungkinkah punya anak, sementara umur sudah tak muda? Ternyata tak ada kata terlambat. Apa saja syaratnya?

Dina menikah saat kariernya sedang menanjak. Sepakat dengan suaminya, mereka memutuskan untuk menunda kehadiran si buah hati. Sayangnya, mereka keasyikan meniti karier. Kini setelah usia di atas 40 tahun, keinginan untuk punya anak begitu menggebu. Terlambatkah?

“Tidak, asalkan ada alasan kuat untuk hamil dan pasien sudah memperoleh penjelasan memadai tentang risiko hamil pada usia di atas 30 tahun, misalnya bayi cacat,” papar dr. Judi Januadi Endjun, SpOG, dari RSPAD Gatot Subroto/FK UPN Veteran, Jakarta.

Lantas, apa yang bisa diupayakan pasangan suami-istri untuk mempercepat datangnya si buah hati?
MAMA . . . .

KONSELING PRAHAMIL

Idealnya, menurut Judi, sebelum menikah si pasangan melakukan premarital counseling. Konseling ini meliputi pemeriksaan anamnesa (tanya jawab), fisik, laboratorium (seperti hormon dan infeksi TORCH). Tapi, jika seandainya pasangan sebelum menikah belum melakukan pemeriksaan tersebut, bisa dilakukan setelah menikah, yaitu kala hendak hamil. “Karena ada kehamilan yang berisiko tinggi. Yaitu, kehamilan di atas usia 30 tahun.” Masa ideal untuk hamil dan melahirkan adalah pada umur 20-30 tahun.

Dalam pemeriksaan ini, pasangan akan ditanya mengenai riwayat penyakitnya. Dari situ akan terdeteksi riwayat kesehatan masing-masing pihak. Misalnya, apakah membawa penyakit genetika (seperti thalasemia, hemofilia, dan lainnya), menderita penyakit turunan (seperti kencing manis, jantung, atau tekanan darah tinggi), serta kelainan hormonal (subur atau tidak).

“Memang di sini orang jarang sekali melakukan konseling pranikah tersebut karena belum lazim. Mereka takut, begitu pasangannya diketahui punya kelainan, lalu tak jadi kawin.” Padahal, dengan melakukan konseling pranikah, sebenarnya akan dapat dideteksi tentang dampak kesehatan pada bayi yang akan dilahirkan. “Misalnya, kalau kedua-duanya mempunyai thalasemia major, maka kemungkinan besar anaknya akan menderita thalasemia major juga. Nah, kalau sudah diketahui demikian, maka kemungkinan tersebut bisa dicegah, misalnya dengan mengadopsi anak.”

TAHAPAN PEMERIKSAAN UNTUK IBU HAMIL ATAU YANG MAU HAMIL

Kembali ke soal anak yang didambakan, mula-mula pasangan suami-istri akan menjalani pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit masing-masing, semisal pernahkah dioperasi, dan lainnya. Berikutnya, pemeriksaan fisik. “Bisa saja terjadi buah zakar suami hanya satu atau penisnya kecil.”

Sedangkan untuk istri dilakukan pemeriksaan bobot badan (terlalu gemuk atau tidak), apakah ada distribusi rambut yang abnormal (misalnya ia berkumis). Karena dengan berkumis maka hormon testosteronnya dominan, sehingga kemungkinan untuk hamil menjadi kecil. Kemudian apakah ia melakukan olahraga yang banyak memakai otot, misalnya yang membuat ototnya seperti lelaki, sehingga mengakibatkan sulit hamil. Juga apakah dari payudaranya keluar air susu, walau sedikit. Jika keluar air susu dari payudaranya pada saat ia belum hamil, bisa jadi pertanda adanya kelainan hormon (hiperprolaktinemia). Hiperprolaktinemia berat dapat disebabkan oleh adanya tumor di kepala (tumor hipofise).

Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan laboratorium. “Diawali dengan pemeriksaan hormon, USG untuk melihat beres-tidaknya kandungan, laboratorium rutin (kencing manis, kolesterol).” Ada pula pemeriksaan HSG untuk melihat apakah saluran telurnya tersumbat atau tidak serta pemeriksaan laboratorium khusus, seperti TORCH, analisa sperma, pap smear (pemeriksaan kelainan di mulut rahim), kultur kuman (jika ditemukan kuman di vagina mungkin akan merusak hasil pembuahan/ embrio), serta adakah ia menderita HIV/AIDS.

Seluruh pemeriksaan ini bisa memakan waktu hingga 2 bulan. “Misal pemeriksaan hormon dilakukan pada hari ke-8 sejak ia menstruasi, dan pada hari ke-22 untuk melihat subur atau tidaknya calon ibu.” Jika semua baik, bulan berikutnya pasangan tersebut bisa memulai program hamil.

HENTIKAN KB

Yang tak kalah pentingnya dilakukan wanita yang ingin hamil adalah melepaskan alat kontrasepsinya. “Tentunya kalau ia memutuskan hamil, maka ia harus menghentikan KB atau kontrasepsi yang selama ini dipakainya.” Pil KB, misalnya, mengandung hormon yang dapat mencegah terjadinya ovulasi (pelepasan sel telur yang matang dari indung telur).

Sebaiknya pula, saran Judi, saat menunda keinginan punya anak, wanita hendaknya memakai kontrasepsi berupa sistem kalender atau pil. “Karena KB yang paling aman dan efisien bagi yang belum pernah hamil adalah menggunakan pil.” Dengan pil, maka jika ada komplikasi tinggal menghentikannya saja. “Hanya ia mesti disiplin, tak boleh lupa.”

Sedangkan kalau memakai IUD atau spiral, bisa saja timbul infeksi. “Kalau infeksinya terjadi pada saluran telur, kan, bahaya. Itu bisa menyebabkan saluran buntu sehingga akan menyulitkan ia untuk punya anak.”

MEMULAI PROGRAM HAMIL

Program hamil sebaiknya dilakukan di saat masa subur wanita. Salah satu cara menghitung perkiraan masa subur (siklus teratur) adalah masa interval haid dikurangi 14 hari. “Jadi perkiraan masa suburnya adalah 14 hari sebelum haid berikutnya. Kalau siklusnya 30 hari, masa suburnya jatuh di hari ke-16.” Dan masa subur tersebut, ujar Judi, sangat singkat. “Kurang lebih 23 jam.”

Tak heran untuk menentukan masa subur tersebut sering dijumpai kesulitan. “Selain waktunya pendek, juga kapan datangnya tidak diketahui. Kebanyakan siklusnya tak teratur, sehingga sulit untuk memperkirakan masa suburnya.”

Untuk itu diperlukan pemeriksaan dengan USG serial. Yaitu USG untuk memperkirakan masa subur dengan cara melakukan pemantauan telur. “Dengan USG serial ini akan dapat diprediksi, kapan telur akan pecah dalam waktu 36 jam. Umumnya sel telur akan pecah pada diameter 18-20 mm (pada siklus normal). Nah, saat itulah, silakan mereka melakukan senggama berdasarkan perhitungan waktu yang tepat.”

Kendati demikian, program hamil akan dicoba dulu dengan cara alami selama 3 kali. “Biasanya dengan senggama biasa, yang dilakukan pada masa subur wanita.”

Kalau dicoba 3 kali atau 3 bulan tetap saja tak membuahkan hasil alias tak kunjung hamil, maka upaya bisa ditingkatkan ke tahap berikutnya. Tahap itu adalah inseminasi buatan dengan sperma suami atau AIH (artificial insemination by husband). Sperma suami disuntikkan ke dalam rahim. Cara ini bisa dicoba hingga 3 kali.

Jika cara inseminasi buatan tak berhasil juga, maka bisa dianjurkan dengan cara bayi tabung. “Tapi sebelumnya akan dilakukan tindakan laparoskopi diagnostik. Yaitu, peneropongan untuk melihat masalah di dalam rahim. Jika ditemukan kelainan, akan dilakukan tindakan laporoskopi operatif/minimally operative surgery. Jika semuanya normal dan baik-baik saja, kok, tetap saja tidak kunjung hamil, tentu ada penyebab lainnya. Terkadang bisa saja hal ini disebabkan endometriosis peluik. Yaitu, endometriosis yang masih berbentuk bercak, yang belum jadi kista. Endometriosis ini kadang tidak bisa didiagnosis dengan USG, karena menempel di rongga perut. “Bahkan, si wanita itu sendiri tidak mengalami keluhan apa-apa. Nyeri haid pun tidak.”

Nah, endometriosis ini harus dibereskan dulu sebelum dilakukan cara bayi tabung. “Karena untuk pembuatan bayi tabung, semuanya harus baik. Pembuatan bayi tabung, kan, mahal sekali biayanya.” Jika memang ditemukan gangguan kesuburan, sebaiknya Anda berdua mengkonsultasikan dengan dokter yang menangani.

SEMBUHKAN PENYAKIT

Jika dari hasil pemeriksaan awal diketahui adanya kelainan, entah itu infeksi TORCH atau pun kelainan hormonal, sebaiknya sembuhkan dahulu penyakit tersebut. “Jadi, kalau ada kelainan, obati dulu. Kalau tidak mungkin diobati, dokter pasti akan berusaha meminimalkan risiko tersebut pada kehamilan dan janinnya.”

Lama tidaknya pengobatan tergantung kelainannya. Misalnya, kalau kelainan tersebut ada di saluran telur yang tersumbat di kiri dan kanan, mau tak mau istri harus dioperasi. “Atau spermanya nol karena tersumbat, maka suami akan dioperasi.”

Jadi, keadaan baik-baik saja ini harus ada pada kedua pasangan. Baik suami maupun istri. “Karena untuk bisa hamil, ‘saham’ masing-masing pasangan adalah 50 persen.”

Selanjutnya, penatalaksanaan kehamilan itu sendiri akan disesuaikan dengan keadaan dari pasangan tersebut. “Kalau spermanya nol, tapi setelah diperiksa ternyata masih ditemukan sperma muda, maka disarankan cara kehamilannya pakai bayi tabung. Sperma muda tersebut disuntikkan ke dalam telur. ” Cara ini dikenal sebagai ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection).

SIAP MENTAL

Yang tak kalah pentingnya dalam mempersiapkan kehamilan ini adalah kedua pasangan harus sadar bahwa faktor kesulitannya tidak sedikit. “Ya, jangan lantas merasa kesal, kenapa untuk hamil saja, penyulitnya banyak amat. Harus disadari, usianya sudah masuk ke dalam risiko sulit karena itu harus melalui tahap-tahap pemeriksaan dan mungkin juga faktor-faktor penyulit lain.”

Tentunya suami, keluarga, serta lingkungan juga harus ikut mendukung tercapainya kehamilan ini. Misalnya, memperhatikan lingkungan kerja dan rumah. Sebab lingkungan kerja dan rumah pun bisa memberi dampak negatif pada proses pembuahan tersebut. Misalnya, lingkungan pekerjaan yang banyak berhubungan dengan bahan-bahan kimia. Di rumah juga jangan memakai penyemprot obat nyamuk (insektisida), hindari asap rokok, tidak memakai bahan-bahan pengawet pada makanan, serta MSG/vetsin.

“Makanlah makanan yang alami dengan menu yang seimbang. Dalam hal ini tak perlu diet khusus. Boleh saja ditambah dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin E untuk kesuburan.”

Namun yang tak kalah pentingnya, hindari stres. “Kalau mau hamil, hindari stres karena stres bisa membuat hormon jadi terganggu.”

Pekerjaan rumah tangga ataupun olahraga, menurut Judi, tak dilarang untuk orang yang ingin hamil. “Selama ia menikmatinya dan aktivitas itu tidak terlalu menimbulkan pemakaian otot yang mendekati otot lelaki, tak jadi masalah. Kalau ia mau berlatih taekwondo pun boleh. Asalkan perutnya dijaga jangan sampai kena tendang. Kalau orang hamil tak boleh apa-apa, ia malah jenuh dan stres, dong.”

Tak perlu terlalu khawatir bahwa akan terjadi apa-apa terhadap janin. “Karena janin itu, kan, terlindung dalam rahim, dan rahim itu ada di dalam rongga panggul. Di dalam rahim sendiri ada otot rahim dan air ketuban, jadi cukup terlindung. Dalam kondisi normal, artinya tidak ada kelainan apa-apa, naik bajaj pun untuk ibu hamil tak masalah.”

Selain itu, pemeriksaan kehamilan untuk yang risiko tinggi ini tentunya juga berbeda. “Frekuensi pemeriksaan selama kehamilan harus lebih kerap. Terlebih lagi bila ada kelainan.” Misalnya, pada yang berpenyakit jantung, ya, ia harus periksa 2 minggu sekali karena bebannya akan semakin berat dengan kehamilannya tersebut.

Juga yang harus diperhatikan, periksalah di rumah sakit yang lengkap dan ada dokter spesialisnya. “Sehingga akan memudahkan mendeteksi kelainan jika memang ada.”

Selain harus mempersiapkan fisik dan mental, yang tak kalah pentingnya disiapkan ibu-ibu yang ingin hamil adalah segi finansialnya. “Apalagi jika ia ingin hamil di usia lanjut, mau tak mau ia harus melalui banyak pemeriksaan. Dan karena masuk dalam kategori risiko tinggi, mereka harus mempersiapkan jika memang kondisinya tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal. Mau tak mau harus operasi Caesar yang biayanya tentu lebih besar dibanding persalinan normal.”

Tapi, tentu saja jumlah tersebut tidak akan mengandung arti dengan kehadiran si buah hati, bukan?


Materi Pelajaran Terkait: